Catatan Kaidah Hukum

dikutip dari kaidah hukum atas putusan Mahkamah Agung RI (inkracht van gewijsde).


Kaidah Hukum : "Untuk membuktikan terjadinya gratifikasi harus dibuktikan bahwa Terdakwa sudah mempergunakan atau memperoleh manfaat dan keuntungan".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa di dakwa menerima suap atau gratifikasi. Namun dalam tuntutan, penuntut umum menutut Terdakwa menggunakan Pasal 11 mengenai suap menyuap. Namun, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan membebaskan Terdakwa dengan alasan, perbuatan terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana korupsi. Penuntut umum mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut. Namun, MA menolak dengan pertimbangan bahwa untuk membuktikan terjadinya gratifikasi harus dibuktikan bahwa Terdakwa sudah mempergunakan atau memperoleh manfaat dan keuntungan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1169 K/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Adanya putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan terhadap perkara yang sama dan terkait sebagai satu kesatuan perkara sebagaimana diuraikan di atas terutama pertentangan dalam hal menentukan adanya kerugian keuangan negara, maka konsekuensinya selain menimbulkan diskriminasi hukum dalam memperoleh keadilan, juga pertentangan dan perbedaan tersebut menimbulkan ketidakadilan".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Pengadilan Negeri Makassar menyatakan para Terdakwa terbukti melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Makassar. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa Para Terdakwa tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Terpidana menolak putusan judex factie dan putusan judex Juris pada tingkat kasasi. Majelis Hakim PK mengabulkan permohonan Terpidana (Pemohon PK). Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PK berpendapat, terbukti adanya putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan terhadap perkara yang sama dan terkait sebagai satu kesatuan perkara, yang dituntut dan diputus dalam berkas yang berbeda. Menurut Majelis Hakim PK, adanya putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan terhadap perkara yang sama dan terkait sebagai satu kesatuan perkara sebagaimana diuraikan di atas terutama pertentangan dalam hal menentukan adanya kerugian keuangan negara, maka konsekuensinya selain menimbulkan diskriminasi hukum dalam memperoleh keadilan, juga pertentangan dan perbedaan tersebut menimbulkan ketidakadilan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 53 PK/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Adanya perbedaan (disparitas) penjatuhan pidana pada para Terpidana di kasus yang sama dapat dijadikan dasar untuk mengajukan Peninjauan Kembali karena menunjukkan adanya kekhilafan hakim".

Abtraksi : Perkara ini merupakan upaya peninjauan Kembali terhadap putusan Mahkamah Agung yang membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang. Majelis Hakim pada PN Palembang menjatuhkan putusan bebas kepada Terdakwa karena perbuatannya tidak terbukti memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Pada tingkat kasasi, MA membatalkan putusan judex factie, dan menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Terpidana tidak sependapat dengan MA, kemudian mengajukan upaya hukum peninjauan Kembali (PK) dengan alasan terdapat kekilafah hakim dalam memutus perkara a quo, yaitu adanya disparitas putusan diantara dua terdakwa dalam kasus yang sama. Majelis Hakim PK membenarkan alasan PK Terpidana. Menurut MA, judex juris dalam putusannya kurang cukup pertimbangannya sehingga dalam memutuskan tindak pidana yang terbukti dilakukan oleh Terpidana dan penjatuhan pidana kepada Terpidana terdapat disparitas di antara sesama Terdakwa dalam perkara yang sama.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 163 PK/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Pemanfaatan dana yang tidak sesuai peruntukannya tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatkan telah terjadinya tindak pidana selama tidak terjadi kerugian bagi keuangan negara dan Terdakwa tidak memperoleh keuntungan".

Abtraksi : Perkara ini merupakan putusan kasasi dari putusan Pengadilan Tinggi Makassar dan sebelumnya Pengadilan Negeri Makassar, baik di pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding, Terdakwa dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor, namun pada putusan tingkat banding terdapat perbaikan mengenai pidana yang dijatuhkan. Perkara ini memposisikan pimpinan CV yang menjadi rekan Komisi Pemilihan Umum Daerah dalam pengadaan training kit sebagai Terdakwa. Terdakwa dituduh tidak melakukan pembelian sebagaimana mestinya, hal ini dikarenakan perlengkapan yang dibeli Terdakwa pada mulanya tidak direncanakan dan tidak termasuk dalam daftar. Pembelian yang dilakukan Terdakwa dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan peruntukkan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 29 K/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Tidak terpenuhinya unsur 'kesengajaan' dapat dinyatakan tidak terpenuhi apabila Terdakwa sedari awal telah menyatakan keberatan dan ketidaksanggupannya untuk menjalankan tugas tertentu yang berada di luar keahliannya, tidak menunjukkan bantuan, dan tidak menerima aliran dana".

Abtraksi : Perkara ini merupakan peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi yang membatalkan putusan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Terdakwa dari seluruh dakwaan. Dalam putusannya pada tingkat kasasi, MA menilai bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dirumuskan Pasal 3 UU Tipikor. Terhadap putusan tersebut, Terpidana mengajukan PK ke MA. MA mengabulkan permohonan PK Terdakwa dengan pertimbangan unsur 'kesengajaan' dapat dinyatakan tidak terpenuhi apabila Terdakwa sedari awal telah menyatakan keberatan dan ketidaksanggupannya untuk menjalankan tugas tertentu yang berada di luar keahliannya, tidak menunjukkan bantuan, dan tidak menerima aliran dana. Berdasarkan pertimbangan tersebut, MA membatalkan putusan kasasi, dan membaskan Terpidana dari seluruh dakwaan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 179 PK/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Putusan pengadilan negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional tidak dapat diajukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung. Permohonan banding ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase harus dinyatakan tidak dapat diterima".

Abtraksi : -

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 211 B/Pdt.Sus-Arbt/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Pembayaran setelah tutup buku tahunan melalui anggaran berjalan terhadap proyek yang sudah selesai, dapat dilakukan karena adanya putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap"

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jayapura yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manokwari. Terdakwa didakwa menerima dana tambahan atas pengadaan sarana dan prasarana yang dialokasikan untuk Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2008, padahal proyek tersebut sudah selesai dan sebelumnya Terdakwa telah dibayar 100% atas pekerjaan yang telah selesai dikerjakannya. Namun Terdakwa berpendapat bahwa walaupun pekerjaan sudah selesai 100%, namun Pemda Papua Barat belum membayar lunas, sehingga Terdakwa berhak atas pelunasan yang dibayarkan melalui dana alokasi untuk Papua Barat Tahun 2011. Terhadap perbuatannya tersebut, Terdakwa dipidana penjara dan denda oleh PN Manokwari yang dikuatkan oleh PT Jayapura. Mahkamah Agung membatalkan putusan Judex Factie tersebut. Menurut MA, penerimaan uang oleh Terdakwa atas kurang bayar dalam menyelesaikan proyek yang dikerjakan Terdakwa adalah berdasarkan atas hak yang sah yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Negeri No. 34/Pdt.G/2014/PN.MNK yang telah berkekuatan hukum tetap.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2719 K/PID.SUS/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Gratifikasi hanya dapat dibuktikan benar terjadi apabila Terdakwa menerima hadiah atas tindakan yang memang merupakan tanggung jawabnya. Putusan ini menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih kembali terhitung selama 3 tahun setelah Terpidana selesai menjalani pidana pokok".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa selaku Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) didakwa karena melakukan tindak pidana suap menyuap sebagaimana dirumuskan Pasal 12 huruf b UU Tipikor dalam kasus distribusi gula impor untuk daerah Sumatera. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Terhadap putusan PN Jakarta Pusat tersebut, Terpidana mengajukan permohonan peninjauan Kembali (PK). Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PK Pemohon, karena telah ditemukan kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata menerapkan Pasal 12 huruf b. Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yang telah menerima imbalan atas usahanya membantu merealisasikan distribusi gula ke Wilayah Sumatera, lebih tepat diterapkan Pasal 11 UU Tipikor, bukan Pasal 12 huruf b UU Tipikor. MA juga berpendapat, gratifikasi hanya dapat dibuktikan benar terjadi apabila Terdakwa menerima hadiah atas tindakan yang memang merupakan tanggung jawabnya. Putusan ini menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih kembali terhitung selama 3 tahun setelah Terpidana selesai menjalani pidana pokok.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 97 PK/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Meskipun berat ringannya pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa adalah wewenang Judex Facti, akan tetapi secara kasuistis prinsip umum tersebut dapat diterobos seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 47 K/Kr/1979 tanggal 07 Juni 1982, manakala pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa tidak memadai / tidak setimpal dengan perbuatannya, baik dilihat dari segi edukatif, korektif, preventif, maupun represif, dan tidak memberikan efek jera (deterrent effect)".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam amar putusannya, PT Jakarta hanya menghukum Terdakwa karena melakukan tindak pidana pencucian uang, sehingga dihukum 6 tahun penjara, dan denda Rp 300.000.000. Mahkamah Agung (MA) tidak sependapat dengan hukuman yang diberikan judex factie karena tidak memadai/setimpal dengan perbuatannya, baik dilihat dari segi edukatif, preventif, korektif maupun represif dan tidak memberikan efek jera (deterrent effect), mengingat Terdakwa melakukan gabungan tindak pidana yaitu tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpendapat bahwa meskipun berat ringannya pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa adalah wewenang Judex Facti, akan tetapi secara kasuistis prinsip umum tersebut dapat diterobos seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 47 K/Kr/1979 tanggal 07 Juni 1982.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2256 K/PID.SUS/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Petitum untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing harus memuat perintah Tergugat untuk melakukan konversi ke dalam mata uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia pada saat pembayaran dilakukan".

Yurisprudensi : Dengan telah diikutinya secara konsisten dalam hal tuntutan penggugat kepada tergugat untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing, amar pengadilan yang mengabulkan petitum tersebut harus menyesuaikan dengan Pasal 21 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 dengan menambahkan rumusan kata-kata yang pada intinya pembayaran harus dilakukan dalam mata uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia pada saat pelaksanaan putusan, maka sikap hukum ini telah menjadi yurisprudensi di Mahkamah Agung.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2992 K/Pdt/2015

Putusan lain yang mengikuti :
Nomor 135 PK/Pdt/2018;
Nomor 168 PK/Pdt/2016;
Nomor 728 PK/Pdt/2017;
Nomor 3273 K/Pdt/2017;
Nomor 3340 K/Pdt/2017;
Nomor 663 PK/Pdt/2017;

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Atas dasar persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, perempuan mempunyai hak atas warisan orang tuanya atau suaminya sehingga mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan untuk memperoleh warisan dan mendapatkan warisan dengan bagian (porsi) yang sama dengan laki-laki".

Abtraksi : -
Yurisprudensi :  Nomor: 3/Yur/Pdt/2018.
Dengan telah konsistennya sikap Mahkamah Agung sejak tahun 1961 terkait hak yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam kewarisan, maka sikap hukum ini telah menjadi yurisprudensi di Mahkamah Agung.

Sumber Putusan :
Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 179 K/Sip/1961.

Putusan lain yang mengikuti :
Nomor 147 K/Pdt/2017;
Nomor 415 K/Sip/1970;
Nomor 573 K/Pdt/2017;
Nomor 1048 K/Pdt/2012;
Nomor 1130 K/Pdt/2017;
Nomor 4766 K/Pdt/1998;

Peraturan yang Terkait :
UU No. 23 (Stbld) 1847;
UU No. 1 Tahun 1974;
UU No. 7 Tahun 1984;
PERMA No. 3/2017.

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Setiap perbuatan pidana melawan hukum, meskipun kata-kata melawan hukum tidak dirumuskan secara explisit dalam pasal-pasal undang-undang yang mengatur tindak pidana".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Pengadilan Negeri Medan membebaskan Terdakwa dari dakwaan primer yaitu Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dengan alasan bahwa perbuatan Terdakwa berhubungan dengan tugas dan kewenangannya, dalam kedudukannya selaku Panitia Pengadaan untuk kegiatan Pengadaan Alat Kedokteran, Kesehatan dan KB bersumber dari dana APBN-P Tahun Anggaran 2012 dan perbuatan melawan hukum dalam penyalah gunaan wewenang, secara gramatikal merupakan perbuatan melawan hukum yang diatur secara tersendiri didalam Pasal 3 dan bukan merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Tipikor. Pertimbangan hukum tersebut dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi Medan. Pada pemeriksaan tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan judex factie tersebut. Menurut MA, pertimbangan Judex Factie seperti disebutkan di atas, adalah pertimbangan yang tidak tepat dan keliru karena setiap perbuatan pidana melawan hukum, meskipun kata-kata melawan hukum tidak dirumuskan secara explisit dalam pasal-pasal undang-undang yang mengatur tindak pidana (vide pasal-pasal KUHP).

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2406 K/Pid.Sus/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Perbedaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tidak terletak pada unsur subjek pelaku tindak pidana dan unsur melawan hukum, tetapi pada unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, serta unsur besar kecilnya unsur memperkaya diri sendiri dan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan akibat terjadinya korupsi".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Kupang yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang yang membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dengan pertimbangan bahwa unsur secara melawan hukum yang subyek deliknya setiap orang yang bersifat umum dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor tidak relevan apabila diterapkan terhadap Terdakwa yang mempunyai kedudukan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan merangkap sebagai Anggota Panitia Pengadaan / Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Kebutuhan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya. MA membatalkan putusan judex fati tersebut dengan pertimbangan bahwa perbedaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terletak pada unsur subyek pelaku tindak pidana dan unsur melawan hukum, tetapi pada unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi serta unsur besar kecilnya kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi; Jika kerugian negara itu relatif besar, maka masuk kualifikasi pelanggaran Pasal 2 ayat (1), namun jika kerugian negara yang ditimbulkan tindak pidana korupsi relatif kecil, maka masuk kualifikasi Pasal 3 UU Tipikor.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1213 K/PID.SUS/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Unsur "setiap orang" bukanlah merupakan unsur delik pokok melainkan unsur yang harus dibuktikan sebagai orang atau subjek hukum pelaku tindak pidana yang tidak ada hubungannya dengan jabatan atau kedudukan seseorang dalam melakukan perbuatan melawan hukum, lagi pula unsur setiap orang justru bersifat umum dan berlaku kepada siapa saja termasuk diri Terdakwa yang tidak ada kaitannya dengan jabatan atau kedudukan sepanjang ia mampu bertanggungjawab secara hukum".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam putusannya, judex factie tingkat pertama dan banding membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dengan pertimbangan bahwa unsur "setiap orang" dalam Pasal 2 ayat (1) tidak meliputi atas diri Terdakwa selaku PNS. Mahkamah Agung tidak sependapat dengan judex factie. MA berpendapat pertimbangan hukum Judex Facti tersebut tidak dapat dibenarkan menurut hukum oleh karena unsur "setiap orang" bukanlah merupakan unsur delik pokok melainkan unsur yang harus dibuktikan sebagai orang atau subjek hukum pelaku tindak pidana yang tidak ada hubungannya dengan jabatan atau kedudukan seseorang dalam melakukan perbuatan melawan hukum, lagi pula unsur setiap orang justru bersifat umum dan berlaku kepada siapa saja termasuk diri Terdakwa yang tidak ada kaitannya dengan jabatan atau kedudukan sepanjang ia mampu bertanggungjawab secara hukum.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2604 K/PID.SUS/2017

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Terdakwa tetap dapat dipersalahkan dan bertanggung jawab atas tidak dilaksanakannya kewajiban hukum yang sebagai akibat dari perbuatannya dapat memperkaya orang lain, sekalipun Terdakwa tidak memperoleh uang sebagai bentuk keuntungan".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa di dakwa menerima suap atau gtaritifikasi. Namun dalam tuntutan, penuntut umum menutut Terdakwa menggunakan Pasal 11 mengenai suap menyuap. Namun, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan membebaskan Terdakwa dengan alasan, perbuatan terdakwa terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana korupsi. Penuntut umum mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut. Namun, MA menolak dengan pertimbangan bahwa untuk membuktikan terjadinya gratifikasi harus dibuktikan bahwa Terdakwa sudah mempergunakan atau memperoleh manfaat dan keuntungan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1030 K/PID.SUS/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Unsur setiap orang yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor berlaku umum kepada siapa saja sebagaimana dimaksud dalam penjelasan tersebut, diperuntukkan baik bagi swasta, maupun pegawai negeri atau penyelenggara negara, pejabat yang mempunyai wewenang".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dalam putusannya, PN Pekanbaru membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Menurut judex factie, Terdakwa lebih tepat dipidana karena melakukan tindak pidana yang dirumuskan Pasal 3 UU Tipikor, sebab pasal tersebut diperuntukan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara atau orang yang mempunyai kedudukan dan jabatan. Mahkamah Agung (MA) tidak sependapat dengan pertimbangan putusan judex factie. Menurut MA, Unsur setiap orang yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor berlaku umum kepada siapa saja sebagaimana dimaksud dalam penjelasan tersebut, diperuntukkan baik bagi swasta, maupun pegawai negeri atau penyelenggara negara, pejabat yang mempunyai wewenang.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1985 K/PID.SUS/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Dalam hukum pidana mengenai terpenuhi atau tindak suatu unsur delik, sesuai fakta yang terungkap dalam pesidangan dalam perhitungan besar kecilnya kerugian negara, dihitung berdasarkan kepada konsep saat terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa bukan pada saat setelah terjadinya tindak pidana".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Kupang yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang yang membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Dalam pertimbangan hukumnya, judex factie berpendapat bahwa dakwaan primair tidak terpenuhi karena unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi tidak terpenuhi, karena kerugian negara hanya sebesar Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Mahkamah Agung membatalkan putusan judex factie. Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpendapat bahwa dalam hukum pidana mengenai terpenuhi atau tindak suatu unsur delik, sesuai fakta yang terungkap dalam pesidangan dalam perhitungan besar kecilnya kerugian negara, dihitung berdasarkan kepada konsep saat terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa bukan pada saat setelah terjadinya tindak pidana.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2724 K/PID.SUS/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Perbedaan esensial antara Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan yurisprudensi MA RI dan Kesepakatan Kamar Pidana MA RI terletak pada besar kecilnya kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi. Apabila kerugian keuangan negara relatif besar, maka diterapkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3. Sedangkan, apabila kerugian negara relatif kecil, maka akan diterapkan ketentuan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Kupang yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang yang membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dengan pertimbangan bahwa unsur secara melawan hukum yang subyek deliknya setiap orang yang bersifat umum dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor tidak relevan apabila diterapkan terhadap Terdakwa yang mempunyai kedudukan sebagai Pj. Kepala Seksi Trantib dan Linmas pada Kantor Kecamatan Takari. MA membatalkan putusan judex fati tersebut dengan pertimbangan bahwa perbedaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terletak pada unsur subyek pelaku tindak pidana dan unsur melawan hukum, tetapi pada unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi serta unsur besar kecilnya kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi; Jika kerugian negara itu relatif besar, maka masuk kualifikasi pelanggaran Pasal 2 ayat (1), namun jika kerugian negara yang ditimbulkan tindak pidana korupsi relatif kecil, maka masuk kualifikasi Pasal 3 UU Tipikor.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1481 K/Pid.Sus/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Atasan yang lalai dari kewajibannya harus turut bertanggung jawab secara hukum apabila bawahan yang ditugaskan secara sengaja melakukan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa didakwa dan dituntut bertanggungjawab atas tindak pidana korupsi yang dilakukan anak buahnya. Terdakwa sebagai Kepala Distrik Biak Kota merupakan penanggung jawab pembagian dan penyaluran Raskin agar tepat sasaran kepada RTS-PM sesuai dengan jumlah dan harga yang telah ditentukan. Namun dalam kenyataannya, Terdakwa tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih banyak mempercayakan pembagian dan penyerahan Raskin kepada Pengurus Penyaluran Raskin di Distrik Biak Kota. Pengurus Penyaluran Raskin tidak menyalurkan Raskin sebagaimana mestinya, yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jayapura menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada Terdakwa, karena perbuatannya telah memenuhi unsur Pasal 3 UU Tipikor, walaupun Terdakwa tidak menikmati hasil penjualan Raskin yang tidak tepat sasaran tersebut. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jayapura. Terdakwa tidak sepakat dengan putusan judex factie, kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA menolak permohonan kasasi Pemohon dengan pertimbangan bahwa Terdakwa sebagai Kepala Distrik Biak Kota yang mempunyai wewenang dalam pembagian dan penyaluran Raskin seharusnya menggunakan wewenangnya itu untuk memastikan bahwa pembagian dan penyaluran Raskin itu tepat sasaran akan tetapi ternyata Terdakwa tidak menggunakan wewenangnya sebagaimana mestinya dan akibat perbuatan Terdakwa tersebut telah mendatangkan kerugian keuangan Negara.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2182 K/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi mengatur pidana denda secara kumulatif atau alternatif dengan kalimat berbunyi dan atau denda".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Kupang yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang yang menghukum Terdakwa karena melakukan Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Penuntut Umum mengajukan kasasi karena putusan judex factie tidak menjatuhkan hukuman denda kepada para Terdakwa. Ma menolak permohonan kasasi Pemohon dengan pertimbangan bahwa ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi mengatur pidana denda secara kumulatif atau alternatif dengan kalimat berbunyi dan atau denda.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 343 K/Pid.Sus/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Status atau kedudukan sebagai Pegawai Negeri seharusnya justru menjadi faktor pemberatan pidana bagi Terdakwa karena itu ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 UU Tipikor berlaku bagi subyek hukum siapa saja, termasuk Pegawai Negeri, tergantung kepada besar kecilnya kerugian negara".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Ambon yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon. Permohonan kasasi diajukan oleh Terdakwa dengan alasan bahwa judex factie telah salah menerapkan hukum karena menerapkan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor kepada Terdakwa yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut Terdakwa, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor hanya berlaku bagi swasta. MA tidak sependapat dengan Terdakwa. Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpendapat bahwa politik hukum mengenai Pasal 2 UU Tipikor yang berlaku bagi swasta sedangkan Pasal 3 UU Tipikor berlaku PNS mengandung cacat yuridis. Pasal 2 UU Tipikor berlaku bagi subyek hukum siapa saja, termasuk Pegawai Negeri.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 832 KPid.Sus/2017

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Terdapat cacat yuridis dalam konstruksi Pasal 3 UU Tipikor, di mana subjek hukum yang memiliki kewenangan, gaji, dan fasilitas seharusnya mendapat pemberatan pidana, namun Pasal 3 justru mengatur ancaman pidana yang lebih ringan daripada Pasal 2. Menerapkan asas lex specialis derogate legi generali antara Pasal 2 ayat (1) dengan Pasal 3 juga tidak tepat karena sifat melawan hukum pada Pasal 3 merupakan bagian dari sifat melawan hukum dari Pasal 2 ayat (1), namun keduanya tidak mengatur hal yang persis sama. Karenanya, esensi dari Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 tidak lagi dibedakan. Kesepakatan Kamar Pidana MA juga menyepakati batas nilai kerugian negara sebagai salah satu faktor penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3".

Abtraksi : Putusan ini merupakan putusan di tingkat kasasi dari perkara yang diadili di Pengadilan Negeri Surabaya dan diubah di Pengadilan Tinggi Surabaya dengan meniadakan pidana denda. Terdakwa adalah pejabat pada Dinas Pendidikan yang berposisi sebagai Plt. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan kontraktor untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan. Terdakwa lalai melakukan pengawasan terhadap kegiatan, namun pelaporan kegiatan tetap dibuat seolah sesuai dengan jadwal dan program yang disetujui. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa alasan judex facti membebaskan Terdakwa dari dakwaan primair tidak dapat dibenarkan. Mahkamah Agung berpendapat pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan hasil Kesepakatan Kamar Pidana yang mempersamakan esensi dari Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dengan Pasal 3 UU Tipikor.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 321 K/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Penghitungan kerugian keuangan negara harus membedakan diskon penjualan dan diskon pembelian. Diskon penjualan adalah diskon yang telah ditetapkan sebelumnya baik dan telah diketahui secara luas baik ada maupun tidak ada transaksi, diskon ini tidak bisa disembunyikan dan dialihkan menjadi keuntungan pihak-pihak tertentu. Diskon pembelian adalah diskon yang baru diketahui saat terjadinya transaksi sehingga tidak bisa diprediksi, karenanya diskon pembelian tidak dapat dijadikan dasar sebagai penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam Kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan untuk Rumah Sakit. Dalam pelaksanaan kegiatan, ternyata terdapat perbedaan spesifikasi teknis dan merek dalam belanja alat-alat kesehatan sebagaimana telah diperjanjikan dalam kontrak sehingga terdapat penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jambi menyatakan perbuatan Terdakwa terbukti. Putusan tersebut dikuatkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jambi. Namun pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperbaiki putusan judex factie. Terpidana mengajukan peninjauan Kembali. MA mengabulkan permohonan PK Terpidana, dan membatalkan putusan MA pada tingkat kasasi. Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpendapat bahwa Penghitungan kerugian keuangan negara harus membedakan diskon penjualan dan diskon pembelian. Diskon penjualan adalah diskon yang telah ditetapkan sebelumnya baik dan telah diketahui secara luas baik ada maupun tidak ada transaksi, diskon ini tidak bisa disembunyikan dan dialihkan menjadi keuntungan pihak-pihak tertentu. Diskon pembelian adalah diskon yang baru diketahui saat terjadinya transaksi sehingga tidak bisa diprediksi, karenanya diskon pembelian tidak dapat dijadikan dasar sebagai penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Diskon pembelian merupakan keuntungan dari Penyedia Barang/Jasa yang tidak dapat diperkirakan dalam Menyusun HPS, sehingga tidak dapat dijadikan dasar sebagai perhitungan kerugian negara, sepanjang harga penawaran di bawah HPS dan tidak terdapat indikasi persekongkolan dan pengaturan tender, maka harga penawaran adalah harga yang wajar serta dapat dipertanggung-jawabkan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 169 PK/Pid.Sus/2019

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Keuangan yang ada pada BUMN pada esensinya tetap merupakan keuangan negara, meskipun kekayaan negara yang ada di BUMN merupakan kekayaan negara yang sudah dipisahkan. Bahwa tidak benar apabila kekayaan negara yang dipisahkan bukan lagi kekayaan negara dan sepenuhnya tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sekalipun kekayaan negara dipisahkan menjadi modal BUMN sifat yang melekat pada kekayaan yang dipisahkan tersebut tidak menghilangkan status hukum uang negara menjadi uang privat. Pemisahan kekayaan negara maupun penyertaan kekayaan pada pihak lembaga privat/swasta apalagi BUMN tidak akan menghapuskan status/sifat sebagai keuangan negara".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa selaku Kepala BRI Unit Simpang IV Sipin Jambi dipidana oleh Pengadilan Negeri Jambi karena melakukan tindak pidana korupsi, yaitu menerima pembayaran pelunasan maju atas kredit, kemudian uangnya tidak disetorkan kepada Kas BRI Simpang IV Sipin Jambi, tetapi Terdakwa menahan/mengambil uang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jambi. Terdakwa keberatan atas putusan judex factie tersebut, kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam memori kasasinya, Terdakwa beralasan bahwa kekayaan negara yang telah dipisahkan pada BUMN berbentuk PT. Persero bukan lagi kekayaan negara dan sepenuhnya tunduk kepada UU Perseroan. Dengan demikian, unsur kerugian keuangan negara dalam perkara ini tidak terpenuhi. MA menolak permohonan kasasi Terdakwa. Dalam pertimbangan hukumnya, MA berpendapat bahwa keuangan yang ada pada BUMN pada esensinya tetap merupakan keuangan negara, meskipun kekayaan negara yang ada di BUMN merupakan kekayaan negara yang sudah dipisahkan. Menurut MABahwa tidak benar apabila kekayaan negara yang dipisahkan bukan lagi kekayaan negara dan sepenuhnya tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sekalipun kekayaan negara dipisahkan menjadi modal BUMN sifat yang melekat pada kekayaan yang dipisahkan tersebut tidak menghilangkan status hukum uang negara menjadi uang privat. Pemisahan kekayaan negara maupun penyertaan kekayaan pada pihak lembaga privat/swasta apalagi BUMN tidak akan menghapuskan status/sifat sebagai keuangan negara.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2405 K/PID.SUS/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Perbuatan menyalahgunakan kesempatan sebagai species dari perbuatan melawan hukum yang sifatnya genus (umum) tidak ada hubungannya dengan jabatan atau kedudukan seseorang dalam melakukan perbuatan melawan hukum, lagi pula perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh setiap orang sebagai subyek hukum pribadi bersifat umum serta berlaku kepada siapa saja yang tidak ada kaitannya dengan jabatan sepanjang ia mampu bertanggungjawab secara hukum".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mamuju menyatakan Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pembangunan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Polewali Mandar tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, dengan pertimbangan bahwa unsur secara melawan hukum tidak terpenuhi, karena sifat perbuatan Terdakwa yang tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) merupakan perbuatan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana dimaksud dan diatur dalam ketentuan Pasal 3 UU Tipikor. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar. MA membatalkan putusan judex factie dengan pertimbangan bahwa perbuatan menyalahgunakan kewenangan adalah juga merupakan perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai species dari perbuatan melawan hukum yang sifatnya genus (umum), yang tidak ada hubungannya dengan jabatan atau kedudukan seseorang dalam melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum Terdakwa sendiri. Menurut MA, perbuatan melawan hukum berlaku kepada siapa saja sebagai subjek hukum, termasuk diri Terdakwa sendiri yang tidak ada kaitannya dengan jabatan atau kedudukan sepanjang ia mampu bertanggungjawab secara hukum.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 976 K/PID.SUS/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Pidana tambahan yang diberikan berupa uang pengganti yang harus dibebankan kepada terdakwa adalah sebanyak-banyaknya sesuai yang diperoleh baik secara fisik maupun non fisik yang berada dalam kekuasaan atau tanggung jawab terdakwa".

Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Dalam putusan itu, judex facti membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, tetapi menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah Turut serta melakukan tindak pidana Korupsi. Terhadap perbuatannya itu, Majelis Hakim menghukum Terdakwa dengan pidana penjara 4 (empat) tahun dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Majelis Hakim juga menghukum Terdakwa dengan menjatuhkan pidana uang pengganti sejumlah Rp307.485.000,00 (tiga ratus tujuh juta empat ratus delapan puluh lima ribu rupiah). Terhadap putusan tersebut, Terdakwa mengajukan permohonan kasasi, namun Mahkamah Agung (MA) menolak. Menurut MA, judex factie tidak salah menerapkan hukum. Namun demikian, MA memperbaiki jumlah uang pidana pengganti yang dijatuhkan kepada Terdakwa. Menurut MA, pidana tambahan yang diberikan berupa uang penggantiyang harus dibebankan kepada terdakwa adalah sebanyak-banyaknya sesuai yang diperoleh baik secara fisik maupun non fisik yang berada dalam kekuasaan atau tanggung jawab terdakwa.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1877 K/Pid.Sus/2016

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Uang jaminan yang diminta oleh Pemerintah kabupaten yang dikemas dalam suatu Perjanjian Kerjasama Dana Pinjaman dan Pengembalian Uang Jaminan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan suap".

Abtraksi : Dalam perkara ini, Terdakwa didakwa melakukan suap terhadap Bupati Lombok Timur dalam proyek pengadaan lahan untuk pemasaran jagung. Terdakwa selaku Direksi PT. iPasar Indonesia melakukan perjanjian kerjasama dengan Pemkab Lombok Timur, dimana dalam perjanjian tersebut, Pemkab Lombok Timur menyediakan lahan pemasaran. Sebagai kelanjutan dari kerjasama tersebut, Pemkab Lombok Timur meminta uang jaminan yang selanjutnya permintaan tersebut dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama Dana Pinjaman. Penuntut Umum menilai, uang jaminan yang dikemas dalam bentuk perjanjian kerjasama dana pinjaman tersebut dikategori sebagai suap menyuap. Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Mataram menyatakan perbuatan Terdakwa tidak terbukti sehingga Majelis Hakim membebaskan Terdakwa. Putusan tersebut dikuatkan oleh Majelis Hakim pada tingkat kasasi. MA berpendapat bahwa pemberian pinjaman uang sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Dana Pinjaman bukan merupakan perbuatan suap, karena uang jaminan tersebut dimasukkan dalam pembukuan perusahaan sebagai piutang pinjaman dana kepada Pemkab Lombok Timur dan bukan sebagai biaya atau cost perusahaan.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 682 K/Pid.Sus/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Kerugian tidak selalu harus diartikan adanya kerugian materiil, tetapi kerugian dapat juga diartikan apabila kerugian itu mengancam hak dan kepentingan Pemohon Kasasi/Penggugat".

Abtraksi : Sengketa permohonan penebangan pohon yang mengakibatkan kerugian yang belum nyata, tetapi dapat juga diartikan apabila kerugian itu mengancam keselamatan hak dan kepentingan

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1022K/PDT/2006

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Petitum untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing harus memuat perintah Tergugat untuk melakukan konversi ke dalam mata uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia pada saat pembayaran dilakukan".

Abtraksi : Dalam perjanjian, baik utang piutang, jual beli maupun perjanjian pada umumnya, tak jarang para pihak menggunakan mata uang asing. Ketika terjadi sengketa tak jarang para pihak tetap menggunakan satuan mata uang asing tersebut dalam tuntutannya. Atas tuntutan semacam ini pada masa yang lalu sudah menjadi kebiasaan apabila pengadilan mengabulkan tuntutan para pihak tersebut nominal uang yang diputuskan juga mengikuti mata uang yang digunakan para pihak dalam tuntutannya tersebut.
Pada tahun 2011 Pemerintah dan DPR mengundangkan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam pasal 21 UU tersebut intinya diatur bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang bertujuan pembayaran serta kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang. Dengan berlakunya UU tersebut menjadi permasalahan, apakah ketentuan tersebut mengikat juga terhadap pengadilan dalam memutus perkara dimana dalam tuntutan/petitum para pihak menggunakan mata uang asing?

Yurisprudensi :  Nomor : 1/Yur/Pdt/2018
Dengan telah diikutinya secara konsisten dalam hal tuntutan penggugat kepada tergugat untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing, amar pengadilan yang mengabulkan petitum tersebut harus menyesuaikan dengan Pasal 21 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 dengan menambahkan rumusan kata-kata yang pada intinya pembayaran harus dilakukan dalam mata uang rupiah sesuai kurs tengah Bank Indonesia pada saat pelaksanaan putusan, maka sikap hukum ini telah menjadi yurisprudensi di Mahkamah Agung.

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2992 K/Pdt/2015.

Putusan lain yang mengikuti :
Nomor 168 PK/Pdt/2016;
Nomor 728 PK/Pdt/2017;
Nomor 135 PK/Pdt/2018;
Nomor 3273 K/Pdt/2017;
Nomor 3340 K/Pdt/2017;
Nomor 663 PK/Pdt/2017;

Peraturan yang Terkait :
UU No 7 Tahun 2011;
PERDATA UMUM/1.e/SEMA 7/2017;
SEMA Nomor 1 TAHUN 2017.

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum : "Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum".

Abtraksi : --

Sumber Putusan :
Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 K/PDT/2018

Catatan Amar / Putusan : >...

Kaidah Hukum :
  • "Hibah atas harta gono-gini yang telah dilakukan oleh kedua orang tua kepada anak-anaknya tidak dapat ditarik kembali atau dicabut, kecuali karena alasan:
    1. Tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan.
    2. Jika si penerima hibah dinyatakan bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau kejahatan lain terhadap si penghibah.
    3. Jika menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah si penghibah jatuh miskin".
  • “Gugatan istri kepada suami yang telah bercerai atas harta gono-gini yang telah dihibahkan kepada anak-anaknya, oleh pengadilan agama dinyatakan tidak dapat diterima dengan alasan harta tersebut telah dihibahkan kepada anak-anaknya sebelum terjadi perceraian, karena itu harta tersebut bukan milik orang tua (suami – istri) lagi.”
  • “Orang tua yang tidak menyerahkan harta gono-gini yang telah dihibahkan merupakan wanprestasi dan pemindahtanganan harta gono-gini yang telah dihibahkan tersebut oleh orang tua adalah perbuatan melawan hukum.”
  • “Putusan pengadilan agama yang telah menetapkan status harta gono-gini menjadi dasar putusan pengadilan negeri untuk memutuskan adanya perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.”
  • “Hibah merupakan perbuatan sepihak si pemberi hibah, akan tetapi apabila tidak dipenuhi, penerima hibah dapat menuntut dengan dasar wanprestasi, meskipun oleh anak terhadap orang tuanya.”


  • Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 K/Pdt/2012 tanggal 31 Mei 2012

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum :
    1. “Perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kerwarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
    2. “Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.”
    3. “Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak menyelenggaraan pencatatan perkawinan bagi orang asing, pencatatan dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia setempat.”
    4. “Tujuan pengaturan mengenai perkawinan baik yang dilansungkan di dalam maupun di luar negeri adalah untuk memberikan perlindungan atas setiap peristiwa penting yang dialami atau dilakukan oleh setiap Warga Negara Indonesia di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.”
    5. “Kewajiban Para Pemohon untuk melaporkan pelaksanaan perkawinannya di Hongkong ke Perwakilan Republik Indonesia setempat belum dilakukan, karena itu permohonan penetapan ke pengadilan negeri untuk mencatat perkawinan Para Pemohon di Kantor Catatan Sipil di Indonesia tidak dapat diterima.”

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 805 K/Pdt/2013 tanggal 27 Juni 2013

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : Meskipun suatu perbuatan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

    Abtraksi : Dalam perkara ini, Pengadilan Negeri Kupang membebaskan Terdakwa dari dakwaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, karena unsur merugikan keuangan negara tidak terpenuhi, sebab Terdakwa telah mengembalikan seluruh kerugian negara dari perkara a quo. Menurut majelis, Terdakwa lebih tepat dikenakan Pasal 3 UU Tipikor. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kupang. Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan judex factie tersebut. Menurut MA, pertimbangan hukum judex factie sangat keliru. Sebab, menurut MA, berdasarkan fakta persidangan, uang yang menurut judex factie dikembali secara sukarela oleh Terdakwa, Ternyata tidak benar. Bahwa yang benar adalah uang tersebut disita oleh penyidik dan dititipkan pada penuntut umum dan nomor rekening Bank Mandiri. MA juga berpendapat bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. MA juga berpendapat bahwa meskipun suatu perbuatan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 2182 K/PID.SUS/2016
    No. 17/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Kpg

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : Dalam menggunakan penafsiran gramatikal kata setiap orang tidak dapat ditafsirkan/dimaknai dalam pengertian siapa saja atau semua orang, seharusnya melakukan klasifikasi subjek pelaku tindak pidana. Kata setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (1) adalah orang perorangan dalam kedudukan sebagai partikulir/swasta menjalankan tugas privat/pribadi. Sebaliknya kata setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 3 adalah orang perorangan yang mempunyai kualitas sebagai pemangku jabatan negara/pemerintahan menjalankan jabatan publik;

    Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Surabaya yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan Terdakwa dari dakwaan primair dengan alasan perbuatan Terdakwa lebih tepat dan harus dipandang sebagai perbuatan membantu menyalahgunakan kewenangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor. Majelis Hakim Kasasi tidak sependapat dengan pertimbangan judex factie. Menurut MA, Terdakwa adalah orang perorangan dalam kedudukan sebagai partikulir/swasta menjalankan tugas privat/pribadi. Dengan demikian, menurut MA, perbuatan Terdakwa telah terbukti memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor. MA berpendapat bahwa kata setiap orang adalah orang perorangan dimaknai dalam dua kategori/klasifikasi yaitu orang perorangan yang mempunyai kualitas, menjalankan jabatan pemerintahan dengan orang perorangan dalam kedudukan sebagai partikulir/swasta. Pengertian tersebut menunjukkan pelaku tindak pidana korupsi Pasal 2 Ayat (1) berbeda dengan subjek pelaku tindak pidana korupsi Pasal 3.

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 1981 K/PID.SUS/2016
    No. 10/PID.SUS/2016/PT.SBY
    No. 115/Pid.Sus/Tpk/2015/PN.SBY

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : Kepala Kantor Cabang Pembantu bank BUMN tetap bertanggungjawab jika ada kerugian negara akibat terjadinya kredit macet, walaupun yang menandatangani perjanjian kredit adalah Direktur bisnis Bank.

    Abtraksi : Perkara ini merupakan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan. Dalam perkara ini, judex factie menyatakan, Terdakwa selaku Kepala Kantor Cabang Pembantu PT. Bri Agroniaga, telah bersalah turut serta melakukan tindak pidana perbankan yang mengakibatkan terjadinya kredit macet. Kredit macet tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara. Terhadap putusan judex factie, Terdakwa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam memori kasasinya, Terdakwa berpendapat bahwa Terdakwa tidak turut bertanggung jawab atas terjadinya kerugian Negara dalam perkara a quo, karena kontrak/ perjanjian kredit dengan pola cahnneling yang menjadi dasar kredit macet dalam perkara ini, dilakukan antara Direktur bisnis Bank BRI Agroniaga Tbk, dengan pengurus Koperasi karyawan Pertamina, dan hal itu bukan tanggungjawab dan perbuatan Terdakwa. MA menolak permohonan kasasi Pemohon. Menurut MA, walaupun terjadinya kontrak/ perjanjian kredit dengan pola channeling antara Direktur bisnis Bank BRI Agroniaga Tbk, dengan pengurus Koperasi karyawan Pertamina bukan tanggungjawab dan perbuatan Terdakwa, tetapi dokumen-dokumen aplikasi kredit yang seharusnya oleh Terdakwa dicegah untuk dilanjutkan ke Kantor Cabang BRI Agroniaga Tbk, tidak dilakukan, tetapi oleh Terdakwa dibiarkan dikirim ke Kantor Cabang BRI Agroniaga Tbk, sehingga dokumen-dokumen yang tidak sah tersebut akhirnya mengakibatkan terjadinya kredit macet in casu.

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 54 PK/PID.SUS/2018
    No. 1396 K/PID.SUS/2016
    No. 9/PID.SUS-TPK/2016/PT-MDN
    No. 68/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...


    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...


    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...

    Kaidah Hukum : ...

    Abtraksi : ...

    Sumber Putusan :
    Putusan Mahkamah Agung Nomor ...

    Catatan Amar / Putusan : >...






    Garis Kata_______


    "Pelecehan yudisial terjadi ketika hakim mengganti pandangan politik mereka untuk penerapan hukum"
    Judicial abuse occurs when Judges substitute their own political views for the law". (Lamar S. Smith)

      Source : www.brainyquote.com [001]