KOMISI RAKYAT (BOLEH) BERTANYA


21 Juli 2021 Oleh :
KPAA Fery Firman Nurwahyu Pradatadiningrat, S.H., M.H.
Image

Dalam “diamnya” masyarakat kita saat ini, tidak banyak yang tahu tentang apa yang dipikirkannya. Terkadang hanya selintas dirinya bertanya-tanya situasi saat ini, kemudian pupus oleh keadaan sendiri. Tidak jarang mereka juga ingin tahu untuk menemukan jawabannya tapi selalu kandas ditelan simpang siurnya informasi yang terjadi.

Situasi yang terjadi seperti ini dan bahkan seringkali dialami oleh siapa saja, baik dari kalangan para ahli ekonomi, politikus, pemikir professional, masyarakat menengah atas dan kecil atau bahkan pekerja media sekalipun, pasti mengalami banyak pertanyaan yang tidak pernah tuntas akan jawaban dalam situasi saat ini. Antara apa yang mau ditanya lagi, sementara kondisinya harus bergulat untuk bertahan agar tetap sehat selalu. Dalam keadaan yang menjadi tidak menentu ini ditambah dengan kebutuhan untuk hidup, akhirnya menuntun pikirannya untuk bertanya-tanya sekalipun sering tidak menemukan solusi dan jawaban yang pasti. Rasa ketakutan berubah menjadi hilang oleh keadaan yang dirasa tidak menentu seperti saat ini. Sekalipun hanya menemukan jawaban sederhana atau hanya sekedar untuk menentramkan situasi, tetapi pada akhirnya pikiranlah yang menuntunnya untuk keluar mancari jawaban atas banyak pertanyaan dalam diri.

Mungkin kita juga pernah bertanya-tanya atau bisa juga tidak mau tahu. Tetapi dalam situasi yang tidak pasti ini, kita semua membutuhkan sebuah jawaban tentang apa atau mengapa bisa terjadi. Sebab dengan cara bagaimanapun jika situasi tidak memberikan solusi dan jawaban yang pasti, sebagai manusia yang berfikir tentu kita juga ingin keluar dari situasi pandemi ini dengan caranya sendiri-sendiri.

Dan kini akhirnya menjelang ujung kebuntuhan akan situasi yang tidak juga berjalan terlebih secara tuntutan kebutuhan ekonomi, maka tidak ada pilihan lain kecuali harus bereaksi. Ada yang bereaksi secara produktif mandiri ditengah pandemi dan ada pula yang bereaksi secara aktif bekerja seperti tanpa ada pandemi. Semua reaski diatas tidak lain adalah untuk menemukan jawaban dan tidak hanya berpasrah diri. Dalam pikiran masyarakat kita yang umumnya religi ini, menyakini umur di tangan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi ihktiar diri menjadi penentu kemudian. Karena itulah kita semua dituntut untuk berikhtiar mencari jalan keluarnya atas segala banyak pertanyaan yang selama ini belum terjawab.

Mungkin kita sadar atau tidak, pernah terbayangkan, atau bahkan pernah terpikirkan tentang pendapat dan argumentasi para ahli yang mengemukakan pendapatnya atas situasi yang pernah terjadi.
Apakah itu tentang pertanyaan terkait ekonomi, Kesehatan, pengelolahan pemerintahan yang terukur, atau tentang pembangunan di negeri kita, dan apa pendapat kita .. ?

Bisa jadi kita tidak berpendapat karena kita tidak atau atau karena kita tidak mau berdebat diri selain dari apa yang dianggap menghasilkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Tetapi pertanyaan akan argumentasi dan pendapat-pendapat itu, kini mengingatkan kita kembali apakah ada korelasi situasi yang kita hadapi saat ini atau sekedar sensasi seolah memberi peringatan dini untuk negeri ini.

"Sama-sama mulai mati rasa"

Perdebatan argumentasi sudah sering digelar sana sini, baik melalui media diskusi kecil sampai pada media TV bahkan tidak jarang tersampaikan melalui media “nyinyir” non partisan di era media sosial yang menjadi trend viral ala komunikasi youtuber dan pods.

Namun semua pendapat dan argumentasi yang ada hasilnya nihil respon atau bahkan menjadi pupus dengan sendirinya akibat ulah anti pro-busher-paganda.

Jangan-jangan dampak pandemik Covid-19 tidak hanya menular secara fisik kesehatan tetapi perlahan menular pada akibat pola pikir dari dan sebaliknya antara elemen bangsa (masyarakat) dan komponen struktur penyelenggara negara.
Bagaimana tidak menular, dari sisi komponen pemangku jabatan saja sudah berusaha keras untuk membuat regulasi kebijakan dalam mengatasi dan menerapkan secara susah payah (imperatif non kompromi) akan bahaya wabah ini, tetapi sebaliknya dari sisi masyarakat umum ternyata sebagian sudah mati rasa lebih dulu akibat pola berita yang didapat dari wabah covid ini.

Kondisi seperti ini tidak akan pernah sambung dan apabila dibiarkan dengan pembentukan pola berfikir berita, maka lama kelamaan dapat berakibat terjadinya kerenggangan disemua elemen pondasi negara, sehingga tidak mustahil dampak terjadinya sosial distance ini menjadi separation in trust pada pelaksanaanya.

Akibat dari bersamaan kondisi situasi yang makin membingungkan ini, munculah pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Seperti contoh kecil saja tentang sebuah pertanyaan :
"sampai kapan masyarakat bisa bertahan hidup tanpa bekerja di masa pandemi COVID-19 ini,
bagaimana dengan sikap pertanggungjawaban pemerintah,
haruskah kita membangun negeri ini dengan prosentase modal dari beban utang,
berapa persen lonjakan pengangguran jika kondisi perekonomian tidak berjalan sesuai harapan,
kemana arah meresapnya ribuan trilyun uang yang telah kita pinjam ?"
dan seterusnya tanpa pernah henti sebelum terjawab pasti.

Beberapa pertanyaan bisa jadi dapat menemukan jawabannya, namun masih perlu untuk menguji kebenarannya, belum lagi dampak a-hipotesa sebaliknya. Dan semua berputar dalam mata rantai dari pertanyaan awal sampai pada kenisbihan akhirnya. Dalam renungan para ahli pemikir, tentu semua awal pertanyaan harus dipikirkan bagi jalan penyelesaian secara berimbang dengan sekecil mungkin akan akibatnya, yang seperti inilah pasti kita semua meng-inginkan.

Untuk menghadapi masalah 1001 pertanyaan seperti diatas, sepertinya negeri ini perlu membentuk forum atau “KOMISI RAKYAT BERTANYA” yaitu sebuah tempat dimana semua orang boleh bertanya akan suatu pertanyaan yang tak pernah terjawabkan oleh para pengambil kebijakan di negeri ini. Tentu saja forum tersebut memiliki mekanisme dan tata cara, baik dalam mengajukan pertanyaan maupun pendapatnya yang nantinya akan dirumuskan oleh para ahli pemikir yang arif dan bijaksana yang didalamnya duduk bersama dari semua lintas bidang keilmuan.

Mengapa Komisi Rakyat Bertanya ini perlu dibentuk, ya untuk menjawab dari 1001 pertanyaan akibat dari suatu masalah kebijakan yang tanpa ada penjelasan dan kerangka kerjanya akan tujuan pencapaiannya.

Banyaknya pertanyaan yang tak akan pernah ada jawabanya selama Ini, akan selalu membekas sampai pada anak cucu dan cicit. Sampai pada berapa generasi ? yang kita semua tidak ingin meninggalkan tanda tanya yang membekas dalam pikiran sejarah anak bangsa ini.

Kalaulah semasanya orde baru dulunya ada Menteri Penerangan yang sekarang ini tergantikan lembaganya menjadi kementerian Informasi dan Teknologi, maka seharusnya dibuat kebijakan untuk memberikan segala informasi sebagai bagian dari jawaban. Sehingga sekecil pertanyaan dari masyarakat negeri ini tentu tidak akan menjadi simpang-siur apalagi bertanda-tanya. Sebab akan selalu ada didalam masyarakat pertanyaan akan mengapa dan kenapa suatu kebijakan dari pejabat pemangku jabatan harus mengeluarkan suatu kebijakan untuk umum tanpa adanya suatu penjelasan terhadap tujuan akhirnya.

Kalaulah kebijakan itu diambil atas dasar kewenangan yang menjadi dasar dari suatu undang-undang, sehingga harus dilakukan atas kwenangan tersebut, apakah dampak atas kewenangan itu juga tidak berakibat bagi rakyat atas hak hukum dasarnya juga. Hal seperti inilah yang seringkali suatu kebijakan diputuskan dan pada akhirnya merugikan bagi asset bangsa ini secara legalitas terstruktur.

Seringnya kita mendengar para pejabat pemangku keputusan berkata, “apabila tidak setuju dengan suatu kebijakan silahkan menempuh upaya hukum sebagaimana yang menjadi mekanismenya”.

Penyampaian seperti itu apakah boleh dibilang “untuk berlari” menghindari suatu perdebatan pro dan kontra atau sekedar memberi kuncian bagi Gerakan anti suatu kebijakan kah ?

Secara hukum mekanisme itu benar sesuai dengan forumnya, jika terhadap suatu kebijakan yang telah diputuskan harus menjadi adil dan berimbang serta secara bersamaan atau dalam tempo tertentu sesuai dengan masa akan diberlakukanya tidak akan dilaksanakan sepanjang ada upaya hukum dari masyarakat. Namun apa sebaliknya yang telah terjadi dan akan menjadi preseden berikutnya yaitu suatu keputusan kebijakan tetap berlaku dan aktif mengikat sejak diputuskan sekalipun ada upaya hukum dari masyarakat. Belum lagi jika terhadap suatu keputusan kebijakan itu berdasarkan atas hukum kedaruratan dan pengecualian tertentu pada klausul tanpa dampak ada mengikat pertanggungjawaban atas akibat suatu keputusan kebijakan yang dikeluarkannya.

Kondisi seperti ini sadar atau tidak para ahli dan akademisi serta kalangan yang mengkritisi suatu kebijakan menjadi tidak berdaya untuk berbuat, hingga kemudian bergulir menjadi 1001 pertanyaan secara berkelanjutan sampai pada masyarakat paling bawah.

Tentu kita wajib tahu bahwa segala keputusan kebijakan tidak selalu melibatkan pembentukan tim naskah akademik pada kebijakan suatu keputusan kebijakan tertentu, itu sebabnya setelah diberlakukan putusan suatu kebijakan tertentu pada akhirnya dalam praktek banyak berbenturan baik dari sisi peraturan perundang-undangan maupun dalam norma yang hidup pada kebiasaan di masyarakat. Kalaulah tidak boleh dibilang pesanan ya semestinya harus terbuka untuk umum untuk dapat dilakukan pembentukannya sehingga baik dari tingkat sosialisasi maupun respon akan berjalan secara berimbang dan berkeadilan. Suatu tatanan yang keberlakuanya untuk semua golongan semestinya dari awal proses pembentukannya harus bersifat terbuka dan tersosialisasikan perencanaanya sehingga tidak semata terwakilkan oleh suatu pandangan pendapat semata melainkan mendapat pendapatan pandangan dari seluruh elemen yang seharusnya.

Tanggungjawab bersama untuk wujudkan cita-cita berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Perlu dan pentingnya adanya Komisi Orang Bertanya ini menjadi pelangkap akan masukan dari semua lapisan masyarakat pada suatu kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah, selain dari kajian naskah akademik yang telah dilakukan oleh pemerintah. Sehingga secara berimbang dan berkelanjutan baik dari yang mewakili atau terwakili dalam proseding penyusunan suatu kebijakan bersifat terbuka dari dan untuk masyarakat umum.

Bukannya kita harus sadar bahwa setiap kebijakan yang diambil dan diputuskan oleh para pemimpin negeri ini akan tercatat dalam sejarah bangsa dan saja tetap dimintakan pertanggungjawabannya sebagaimana bunyi lafat sumpah yang diucapkan dalam pengangkatan pengambilan sumpah jabatannya ?

Adalah kebijakan yang mengedepankan rasa keadilan bagi semua lapisan masyarakat di negeri ini akan selalu didamba sekalipun banyak perdebatan adanya. Namun bagi para arif bijaksana menjadi adil untuk berbuat setelah semua diberikan hak-haknya untuk kemudian diambil bagian dalam keputusannya.

Semoga pada akhirnya negeri ini dapat mewariskan sikap dan tindakan para arif bijaksana dalam menggoreskan tata kebijakan bagi terwujudnya tindakan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Direktur pada Lembaga Pusat Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Hukum Nasional Indonesia ( LP3-HNI) periode 2020 - 2025.